~ Bismillahir Rahmaanir Rahiim ~
Fany (bukan nama sebenarnya) adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdoa bersama.
Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman Sutiono (bukan nama sebenarnya ) yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Sutiono pun masuk Katolik, sekedar untuk bisa menikahi Fany. Dan mereka pun melaksanakan pernikahan di sebuah gereja di sebuah kota .
Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya , Fany beserta sang suami berangkat dan menetap di sebuah kota , meninggalkan asal daerah mereka. Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil buah hati mereka, yakni: Roni , Maria dan Aldo.
Di lingkungan barunya, Fany terlibat aktif sebagai jemaat Gereja. Demikan pula sang suami. Selain juga aktif di Gereja, Sutiono saat itu menduduki jabatan penting pada perusahaan tempat ia bekerja. .
Karena Ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang kemudian digunakan menjadi tempat ibadah (Gereja).
Meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, sang suami tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.
Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu ketika, kegelisahan menggoncang keduanya. Syahdan, saat itu, Aldo , putra bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan nya ke rumah sakit.
Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa putranya mengalami kelelahan. Akan tetapi sang mama masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.
Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Aldo yang masih terkulai lemah, meminta sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan. Sang papa pun keluar ruangan untuk memberitahu sang mama ihwal permintaan putra bungsunya itu.
Namun, Fany tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada sang papa ”Saya sudah tahu.” Itu saja.
Sang papa merasa heran. Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak. Di dalam, Aldo berucap, “Tapi udahlah, tidak apa-apa.. Pah, hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya.”
Sontak, rasa takjub menyergap sang ayah . Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama.
Hingga sore menjelang, sang anak kembali berujar, “Pah, Aldo mau pulang!”
“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab sang ayah. “Ngga, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Aldo tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Aldo setengah memaksa.
Belum hilang keterkejutan sang ayah, tiba-tiba ia mendengar bisikan yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Aldo dituntun sang ayah, membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Sang ayah memang hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.
Tak lama setelah itu bisikan kedua terdengar, setelah Adzan maghrib sang anak dipanggil sang Pencipta. Sang ayah pasrah ketika putranya menghembuskan nafas terakhirnya.
Tiba jenazah di rumah duka, peristiwa aneh lagi-lagi terjadi. Sang mama yang masih sedih waktu itu seakan melihat alm putranya menghampirinya dan berkata, “Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta dibalut kain putih aja.” Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Aldo ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yang baru meninggal.
Sepeninggal Aldo
Sepeninggal anaknya, sang mama sering berdiam diri. Satu hari, ia mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, “Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.” Pada saat itu juga sang mama langsung teringat ucapan mendiang Aldo semasa TK dulu, ”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!” Mbok Atik adalah seorang pembantu muslimah yang bertugas merawat Aldo di rumah. Saat itu sang mama menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?” “Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Aldo singkat.
Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, sang mama meminta suaminya untuk mengecek ongkos haji (pada waktu itu). Setelah dicek, dana yang dibutuhkan Rp. 17.850.000. Dan yang lebih mengherankan, ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan sang mama sebagai amanat dari Aldo untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari merawat nya di rumah.
Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Fany via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bertemu Aldo. Si bungsu yang baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan, “Tolong sampaikan kepada mama dan papa ya mbok, kepergian Aldo tak usah terlalu dipikirkan. Aldo sangat bahagia disini. Kalo Mama kangen, berdoa saja.”
Namun, pesan itu tak lantas membuat sang Ibunda tenang. Bahkan sang mama mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang Psikolog selama 6 bulan.
Satu malam saat tertidur, sang mama dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat Yunus!”. Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya. Bahkan setelah mendapatkan Alquran dari sepupunya, dan membacanya berulang-ulang pun, Fany tetap tak mendapat jawaban.
“Mau Tuhan apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap “Astaghfirullah.” Tak lama kemudian, akhirnya Agnes menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak (pula) mendahulukannya”.
Beberapa kejadian aneh yang dialami sepeninggal Aldo membuat sang mama berusaha mempelajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, “Ya Allah terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!”.
Setelah memeluk Islam, Fany secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja , sang mama selalu menolak dengan berbagai alasan.
Sampai suatu malam, Sang ayah terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Sutiono saat melihat istri tercintanya, tengah bersujud dengan menggunakan jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.
“Lho kok Mamah shalat,” tanya nya . “Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab sang mama lirih. Ia pasrah akan segala resiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.
Akhirnya sang ayah Kembali ke Islam
Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, sang suami seperti berada di persimpangan dan akhirnya kembali kepada Islam. Mereka bersama kedua putranya melalui babak baru sebagai seorang muslim.
Selesai shalat, sang ayah langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat. Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”
Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah.
___________
Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dan manfaat atas Kebesaran dan Keagungan sebuah hidayah dari Allah .. bagi sesiapapun hamba-hamba Nya, yang Dia kehendaki ..
Fany (bukan nama sebenarnya) adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdoa bersama.
Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman Sutiono (bukan nama sebenarnya ) yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Sutiono pun masuk Katolik, sekedar untuk bisa menikahi Fany. Dan mereka pun melaksanakan pernikahan di sebuah gereja di sebuah kota .
Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya , Fany beserta sang suami berangkat dan menetap di sebuah kota , meninggalkan asal daerah mereka. Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil buah hati mereka, yakni: Roni , Maria dan Aldo.
Di lingkungan barunya, Fany terlibat aktif sebagai jemaat Gereja. Demikan pula sang suami. Selain juga aktif di Gereja, Sutiono saat itu menduduki jabatan penting pada perusahaan tempat ia bekerja. .
Karena Ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang kemudian digunakan menjadi tempat ibadah (Gereja).
Meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, sang suami tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.
Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu ketika, kegelisahan menggoncang keduanya. Syahdan, saat itu, Aldo , putra bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan nya ke rumah sakit.
Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa putranya mengalami kelelahan. Akan tetapi sang mama masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.
Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Aldo yang masih terkulai lemah, meminta sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan. Sang papa pun keluar ruangan untuk memberitahu sang mama ihwal permintaan putra bungsunya itu.
Namun, Fany tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada sang papa ”Saya sudah tahu.” Itu saja.
Sang papa merasa heran. Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak. Di dalam, Aldo berucap, “Tapi udahlah, tidak apa-apa.. Pah, hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya.”
Sontak, rasa takjub menyergap sang ayah . Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama.
Hingga sore menjelang, sang anak kembali berujar, “Pah, Aldo mau pulang!”
“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab sang ayah. “Ngga, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Aldo tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Aldo setengah memaksa.
Belum hilang keterkejutan sang ayah, tiba-tiba ia mendengar bisikan yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Aldo dituntun sang ayah, membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Sang ayah memang hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.
Tak lama setelah itu bisikan kedua terdengar, setelah Adzan maghrib sang anak dipanggil sang Pencipta. Sang ayah pasrah ketika putranya menghembuskan nafas terakhirnya.
Tiba jenazah di rumah duka, peristiwa aneh lagi-lagi terjadi. Sang mama yang masih sedih waktu itu seakan melihat alm putranya menghampirinya dan berkata, “Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta dibalut kain putih aja.” Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Aldo ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yang baru meninggal.
Sepeninggal Aldo
Sepeninggal anaknya, sang mama sering berdiam diri. Satu hari, ia mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, “Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.” Pada saat itu juga sang mama langsung teringat ucapan mendiang Aldo semasa TK dulu, ”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!” Mbok Atik adalah seorang pembantu muslimah yang bertugas merawat Aldo di rumah. Saat itu sang mama menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?” “Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Aldo singkat.
Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, sang mama meminta suaminya untuk mengecek ongkos haji (pada waktu itu). Setelah dicek, dana yang dibutuhkan Rp. 17.850.000. Dan yang lebih mengherankan, ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan sang mama sebagai amanat dari Aldo untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari merawat nya di rumah.
Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Fany via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bertemu Aldo. Si bungsu yang baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan, “Tolong sampaikan kepada mama dan papa ya mbok, kepergian Aldo tak usah terlalu dipikirkan. Aldo sangat bahagia disini. Kalo Mama kangen, berdoa saja.”
Namun, pesan itu tak lantas membuat sang Ibunda tenang. Bahkan sang mama mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang Psikolog selama 6 bulan.
Satu malam saat tertidur, sang mama dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat Yunus!”. Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya. Bahkan setelah mendapatkan Alquran dari sepupunya, dan membacanya berulang-ulang pun, Fany tetap tak mendapat jawaban.
“Mau Tuhan apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap “Astaghfirullah.” Tak lama kemudian, akhirnya Agnes menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak (pula) mendahulukannya”.
Beberapa kejadian aneh yang dialami sepeninggal Aldo membuat sang mama berusaha mempelajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, “Ya Allah terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!”.
Setelah memeluk Islam, Fany secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja , sang mama selalu menolak dengan berbagai alasan.
Sampai suatu malam, Sang ayah terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Sutiono saat melihat istri tercintanya, tengah bersujud dengan menggunakan jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.
“Lho kok Mamah shalat,” tanya nya . “Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab sang mama lirih. Ia pasrah akan segala resiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.
Akhirnya sang ayah Kembali ke Islam
Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, sang suami seperti berada di persimpangan dan akhirnya kembali kepada Islam. Mereka bersama kedua putranya melalui babak baru sebagai seorang muslim.
Selesai shalat, sang ayah langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat. Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”
Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah.
___________
Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dan manfaat atas Kebesaran dan Keagungan sebuah hidayah dari Allah .. bagi sesiapapun hamba-hamba Nya, yang Dia kehendaki ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar