Jika seseorang dapat memahami dan menghayati takdir Allah SWT untuknya, maka dia akan merasa sabar dan lapang dada dalam menjalani kesulitan hidup, juga tidak bersedih dan kecewa ketika ditimpa musibah. Lebih dari itu dia akan merasakan besarnya kasih sayang Allah SWT kepadanya. juga bergembira dengan pahala besar yang akan diterimanya kelak
Minggu, 04 April 2010
RIDHA ALLAH ADA PADA MEREKA
Ada sebuah cerita yang berasal dari sebuah puisi yang terkenal di Srilanka.
Pada suatu ketika hiduplah seorang ibu miskin yang membesarkan anak laki-lakinya .Setelah melalui berbagai penderitaan, akhirnya ibu tua itu berhasil mengantarkan anak laki-lakinya itu mencapai kehidupan yang sukses.
Anaknya itu kemudian menikah dan mempunyai rumah sendiri. Setelah dia berkeluarga dan mempunyai kehidupan yang cukup baik, dia tidak pernah lagi menengok kedua orang tuanya yang sudah renta itu. Mereka sudah lama hidup sangat menderita. Mereka tidak lagi mempunyai makanan dan pakaian cukup .
Pada suatu hari mereka sudah sangat kelaparan dan tidak lagi mempunyai makanan untuk dimakan. Ibu tua itu merasa bahwa dirinya dapat meminta pertolongan dari anaknya. Dengan badan yang sudah bungkuk, dia berjalan perlahan-lahan menuju rumah anaknya untuk meminta makanan.
Ketika melihat ibunya datang, anak laki-laki itu segera bersembunyi didalam rumah. Dia diam saja didalam rumah dan tidak mau keluar menemui ibunya. Ia lalu menyuruh istrinya keluar untuk menemui ibunya.
Didepan pintu rumah , ibu tua itu berkata kepada menantu perempuannya bahwa ia amat lapar dan membutuhkan makanan. Tanpa berkata sepatah katapun, menantunya itu pun masuk kedalam rumah dan membawa sebuah keranjang yang berisi dua liter gandum, lalu diberikannya kepada mertuanya.
Ibu mertuanya yang sedang kelaparan itu, tentu saja tidak dapat memakan gandum yang belum dimasak itu. Dia harus memasaknya terlebih dahulu dan butuh waktu cukup lama hingga gandum itu matang dan bisa dimakan . Sementara dirinya sudah sangat lapar dan membutuhkan makanan yang sudah matang agar segera bisa dimakan untuk menghilangkan rasa laparnya.
Ibu tua itu menerima keranjang yang berisi gandum itu dengan perasaan sedih. Dia menghadapi kenyataan yang sangat pahit. Dia hanya menerima dua liter gandum, pemberian dari anak laki-lakinya yang amat sangat dikasihinya sejak dia kecil. Anak laki-lakinya itu tidak mau keluar menemuinya ketika dia datang, hatinya hancur dan sedih sekali.
Ibu itu mengucapkan sebuah syair ketika ia menerima gandum itu :
" Aku datang kedepan pintu rumah anakku karena aku amat lapar dan hampir mati.
Tetapi aku hanya memperoleh dua liter gandum. Aku ragu apakah aku harus menerimanya atau tidak.
Wahai anakku sayang ... Apakah aku pernah menakar air susuku ketika menyusuimu dulu?"
Ternyata menantunya itu sangat marah mendengar ucapannya. Dia merasa kata-kata itu ditujukan kepada dirinya. Dengan marah dia lalu berkata, "Hai nenek tua, ibuku sendiri yang telah membesarkanku, dan tidak membiarkan aku menderita sedikitpun, tidak ribut ketika dia datang, dan hanya kami berikan satu liter gandum. Kamikan sudah memberimu dua liter gandum , tetapi kamu malah berkata-kata seperti itu. Sudahlah nenek tua, pergilah dari tempat ini sekarang juga!"
Anak laki- laki itu tidak berusaha meredakan pertentangan antara ibu dan istrinya. Dia hanya diam didalam rumahnya.
Adakah musibah yang lebih berat dari memiliki anak durhaka yang mengabaikan hak-hak orang tua yang telah membesarkannya? Kesuksesan seperti apa yang ingin diraih oleh seorang anak durhaka yang pada ibu bapaknya? Tidak ada kesuksesan yang dibangun diatas kedurhakaan kepada orangtua. Dan tidak ada kebahagiaan melebihi keridhaan dan kasih sayang orang tua terhadap diri kita.
Kita mungkin pernah mendengar kisah seorang anak yang membuktikan rasa baktinya kepada ibunya.. Dia menggendong ibunya mulai dari negeri Syam sampai ke Mekah untuk melaksanakan Haji. Akan tetapi ketika bertemu khalifah Umar bin Khatab, Umar mengatakan bahwa keletihannya karena menggendong ibunya tidak sebanding dengan keletihan ibu yang telah memelihara dan membesarkannya sejak kecil.
Juga kisah seorang ayah yang datang kepada Rasulullah SAW, melaporkan sikap anaknya yang kasar terhadap dirinya hanya karena sang ayah meminjam sesuatu dari harta si anak. Sang anak lalu menagih "Pinjaman itu" dengan cara yang sangat tidak layak ditujukan pada ayah yang merawat dan membesarkannya dengan keringat dan airmata.
Sang ayah kemudian melantunkan bait-bait syair yang menyayat hati, menggambarkan betapa sakit hatinya diperlakukan kasar oleh anaknya sendiri. Maka setelah mendengar semua pengaduan sang ayah , Rasulullah kemudian menarik kerah baju si anak dan mendorongnya kepada ayahnya sambil bersabda :" Kamu dan seluruh harta kekayaanmu adalah milik ayahmu"
Ada juga kisah kedurhakaan salah seorang sahabat Rasulullah yang “cuek” terhadap keadaan ibunya dan lebih mencintai istrinya daipada ibunya. Allah kemudian menghukumnya dengan hukuman yang sangat memilukan.
Dia jatuh sakit, kondisinya semakin memburuk. Hingga saat kehidupannya telah diambang pintu kematian, dia tidak kunjung mati, nafasnya tertahan dikerongkongan selama berjhari-hari berada dalam kondisi sakratulmaut. Padahal Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa pedihnya rasa sakit ketika “sakratul maut” sama seperti ditusuk pedang tujuh ratus kali tusukan. Begitulah keadaan sahabat itu selama berhari-hari.
Para sahabat tidak ada yang mengetahui perkara apa yang menyebabkan dia mengalami hal itu. Hingga Rasulullah SAW kemudian turun tangan dan memanggil ibu dari sahabat yang sedang sekarat itu.
Rupanya sang ibu merasa sakit hati karena "dicueki" oleh anaknya, dan tidak agi memperhatikannya sejak dia beristri. Sang ibu enggan memaafkan kesalahan anaknya.
Rasulullah kemudian memerintahkan agar mengumpulkan kayu bakar untuk membakar sahabat yang durhaka kepada ibunya itu agar tidak menderita dalam kondisi sekarat. Mendengar perintah itu , sang ibu menangis dan meminta kepada Rasulullah untuk tidak membakar anaknya. Diapun memaafkan semua kesalahan anaknya. Seketika itu juga , sahabat sekarat itu lansung menghembuskan nafas terakhir.
Sekeras apapun hati seorang ibu, dia tetaplah ibu yang menggendong anaknya selama sembilan bulan, menyapihnya selama dua tahun, mencurahkan kasih sayang dan membesarkannya selama duapuluh tahun, menguras keringat dan membanting tulang mencari uang untuk membiayai pendidikannya. Dengan pengorbanan dan ketulusan cinta yang dicurahkan selama puluhan tahun itu dia tidak akan tega melihat anaknya dibakar hidup-hidup di depan mata kepalanya sendiri. Meski anaknya telah membalas kebaikannya dengan kedurhakaan, dibalik kecewa dan sakit hatinya, tetap ada cinta yang tulus dan tak terbatas untuk anaknya.
Dari kisah-kisah diatas ada satu renungan buat kita:
Apakah yang lebih berarti dalam hidup kita?
Apakah kekayaan? Ataukah istri? atau anak-anak kita yang cantik dan lucu? atau prinsip hidup yang kita pegang teguh? Bisakah semua itu kita miliki bila orang tua kita tidak melahirkan kita? Bisakah semua itu kita miliki bila orang tua kita enggan menjaga kita sejak lahir hingga dewasa?
Bisakah semua itu kita peroleh tanpa bimbingan dan didikan kedua orangtua kita?
Hal yang patut kita syukuri , karena Dia-lah yang memerintahkan mereka menjaga, memelihara dan mendidik kita hingga dewasa dan bisa hidup mandiri. Berbahagialah kita, karena mempunyai orangtua yang patuh pada perintah Allah, perhatian dan sangat mencintai kita.
Ada pepatah mengatakan , "Engkau tidak akan bisa merasakan arti keberadaan sesuatu, kecuali setelah engkau kehilangan sesuatu itu. " Tidak ada yang lebih berarti bagi hidup kita kecuali orangtua kita, saatnya kita berbakti kepada keduanya selagi kita masih memiliki mereka, karena kita akan menyesal seumur hidup bila kita tidak berbakti kepadanya dan kita telah kehilangan mereka.
“Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia “ ( Al-israa: 23)
(Referensi : Hudzaifah Ismail “Sesegar Telaga Kautsar”)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar