Seorang pilot sedang terbang melintasi gurun pasir Arab dan mendarat disebuah Oasis untuk mengisi bahan bakar pesawatnya. Setelah pesawat nya mengudara kembali, iapun melintasi daerah yang bergunung-gunung. Tiba-tiba ia mendengar suara “Menggaruk-garuk” dibelakangnya. Ia menduga beberapa ekor binatang telah berada dalam badan pesawat itu. Sang pilot menjadi sangat khawatir, karena ia tahu bahwa jika binatang tersebut menggerogoti kawat listrik yang ada pada instrument pesawat, maka bisa terjadi kerusakan yang serius pada pesawat. Hal ini dapat mengancam keselamatan penerbangan yang dipimpinnya. Sayang , tidak ada tempat untuk mendarat ditempat yang tidak datar tersebut.
Lalu si pilot mendapat ide . Ia menambah kecepatan pesawatnya dan mengarahkannya untuk terus naik. Semakin lama semakin tinggi keangkasa sampai suara yang menggerogoti dan mengggaruk-garuk itu berhenti.
Ketika akhirnya mendarat dibandara udara tujuan, ia ternyata menemukan seekor tikus padang pasir yang sangat besar telah masuk tanpa diketahui ketika ia sedang mengisi bahan baker di oasis tadi. Namun, kini penumpang gelap yang tidak dikehendaki tersebut telah mati. Karena sudah terbiasa hidup di gurun pasir, tikus tersebut tidak mampu bertahan hidup ketika pesawat terbang sangat tinggi.
***
Tikus merupakan sejenis binatang pengerat yang tidak terlalu membahayakan namun cukup membuat repot banyak kalangan, dari mulai sahabat-sahabat kita para petani hingga para politikus dan kaum professional. Urusan tikus memang tidak pernah berhenti untuk diperbincangkan.
Simbol tikuspun ternyata sudah masuk dalam diri seseorang sebagai “ hama ” yang menghambat pengembangan dirinya dalam meningkatkan kualitas hidup. Tikus memang lebih banyak merusak daripada membangun.
Simbol tikus secara sadar atau tidak , mungkin telah lama bercokol dalam membentuk kepribadian seseorang sehingga dalam tingkah laku akan muncul hal-hal yang tidak sepantasnya terjadi. KESERAKAHAN, KETAMAKAN, HAUS JABATAN, AMBISI YANG BERLEBIHAN, JEGAL-MENJEGAL, UCAPAN-UCAPAN KASAR dan TIDAK MEMBANGUN, FITNAH serta GOSIP, merupakan bagian dari TIKUS DALAM DIRI yang mungkin menghambat peningkatan nilai hidup kita sebagai manusia.
Siapa yang memasukkan tikus itu kedalam diri, mungkin menjadi suatu pekerjaan yang sulit untuk menelusurinya. Walau demikian, karakter bawaan memegang peranan penting disini, konstribusi system pola asuh juga ikut andil didalamnya, pengaruh lingkungan juga turut mewarnai munculnya tikus dalam diri tersebut.
Menilik pada cerita diatas , MAKA CARA YANG PALING TEPAT UNTUK MEMBASMI TIKUS DALAM DIRI adalah dengan TERUS NAIK “TERBANG TINGGI” . Upaya- upaya meningkatkan AKTIVITAS SPIRITUAL ( keagamaan) yang lebih tinggi lagi akan membuat tikus dalam diri TIDAK TAHAN dan PERLAHAN-LAHAN MATI. Pertanyaan yang sedikit menggelitik mungkin muncul, mengapa aktivitas spiritual dengan baik dan teratur, namun tikus masih ada dalam diri?. Jawabnya mungkin sederhana, KARENA MANUSIA TELAH MEMISAHKAN KEHIDUPAN SPIRITUAL DENGAN KEHIDUPAN NYATA SEHARI-HARI.
Tikus telah memanfaatkan celah itu untuk masuk.
Itulah sebabnya ia terus dan tetap bercokol serta menggerogotinya sehingga membuat seseorang FRUSTASI DENGAN DIRINYA SENDIRI. Seorang sufi pernah bertutur, kehidupan sehari-hari dilingkungan rumah, kerja dan masyarakat merupakan CERMIN dan IMPLEMENTASI DARI KEHIDUPAN SPIRITUALNYA.
Hal lain yang dapat dilakukan untuk MEMBASMI TIKUS DALAM DIRI adalah DENGAN TERBANG TINGGI dengan kompetensi yang dimiliki.
Pengayaan dan penajaman kompetensi yang dimiliki akan membuat kita jadi tahu apa sebenarnya kemampuan yang dimiliki. Pengetahuan akan kompetensi diri ini akan MEMUNCULKAN KESADARAN DIRI tentang posisi kita yang sebenarnya. Hal ini setidaknya MAMPU MENGEREM LAJU AMBISIUS YANG CENDERUNG MENGARAH PADA KESERAKAHAN.
Karena tikus tidak tahan dan alergi dengan kompetensi. PEMBINAAN AKTIVITAS KEAGAMAAN secara BERKESINAMBUNGAN akan mampu menyisir tikus-tikus tersebut. Mungkin pada akhirnya perlu predator lain untuk membasmi tikus- tikus ini, yakni “kucing” , karena tidak mungkin tikus membasmi tikus.
Merangkai nilai hidup hingga akhir hayat merupakan tindakan dan aspirasi yang bijak daripada sekadar mencari harta dan jabatan. Ketika suatu saat kita meninggalkan dunia yang fana ini , satu pertanyaan yang muncul adalah, APA YANG INGIN DIKENANG OLEH ANAK CUCU TENTANG DIRI KITA SELAMA HIDUP? Apakah tingginya jabatan yang pernah disandang? Atau harta warisan? Atau kepribadian yang matang searah dengan nilai-nilai Spiritual yang diyakini?
Satu HAL YANG MENYEDIHKAN adalah ketika SESEORANG TURUT MEMBAWA SERTA TIKUS DALAM DIRINYA MENUJU TEMPAT PERISTIRAHATANNYA YANG TERAKHIR.
Selagi belum terlambat , inilah saatnya kita MULAI MEMBASMI TIKUS DALAM DIRI. Tentu ada harga yang harus dibayar untuk hal ini, seperti DITOLAK LINGKUNGAN atau PENDAPATAN BERKURANG. Namun bukankah hal itu TIDAK SEBERAPA penting dibandingkan SENYUM KEMENANGAN karena bisa MEMBASMI TIKUS DALAM DIRI KETIKA KITA KEMBALI KEHADIRATNYA.
(Parlindungan Marpaung “Half Full-Half empty”)
*EZ*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar