Berkata Umar r.a : “ Kemuliaan dunia bisa diraih dengan harta; Kemuliaan akhirat hanya bisa di raih dengan amal Shaleh” ..........Berkata Usman r.a :” Kesedihan dalam urusan dunia dapat menggelapkan hati ; Kesedihan dalam Urusan akhirat bisa menerangi hati “ ..........Berkata Yahya bin Muadz : “Orang yang mulia tidak akan durhaka kepada Allah; Orang yang bijaksana tidak akan memilih dunia dengan meninggalkan akhirat “..........Berkata Sufyan Ats Tsaury : “ Setiap kemaksiatan yang timbul dari dorongan nafsu masih bisa diharapkan ampunannya; Setiap kemaksiatan yang timbul dari kesombongan , maka tidak dapat diharapkan ampunannya”..........Berkata seorang Ulama Zuhud : “ Barangsiapa berbuat dosa , sementara dia tertawa ( merasa bangga) , maka kelak Allah akan memasukkanya ke neraka dalam keadaan menangis; Barangsiapa taat kepada Allah, sementara dia menangis (sebab amat takut kepada –NYA) ,maka kelak Allah akan memasukkannya kedalam surga dengan penuh kegembiraan”..........Berkata seorang bijak : “Barangsiapa menyangka bahwa ia punya penolong yang lebih utama dan lebih kuat daripada Allah , berarti ia benar-benar belum mengenal Allah dengan baik ; Barangsiapa menyangka bahwa dirinya mempunyai musuh yang lebih kuat daripada dorongan nafsunya , berarti ia belum mengenal dirinya dengan baik”..........Berkata Abu bakar Asy-Syibli : “ Jika engkau sudah merasakan nikmatnya dekat dengan Allah , niscaya engkau bisa merasakan bagaimana pahitnya jauh dari Allah”..........Berkata Asy –Syibli : “Jika hatimu ingin merasa tenang dan tentram dengan Allah ,maka janganlah engkau turuti hawa nafsumu; Jika engkau ingin dikasihi Allah , maka kasihilah makhluk Allah” ..........Berkata Abu Bakar Ash – Shiddiq : “ Tiga hal yang tidak bisa dicapai dengan tiga hal lainnya semata-mata (melainkan dengan izin Allah) , 1. Kekayaan tidak bisa dicapai dengan cita-cita semata; 2. Keremajaan tidak dapat dicapai dengan disemir semata; 3. Kesehatan tidak akan dapat dicapai dengan obat-obatan semata “ ..........Berkata Umar r.a : “ Bersikap simpatik dengan orang lain adalah bagian dari kecerdasan akal; Bertanya dengan cara yang baik adalah bagian dari ilmu; dan kepandaian memanage adalah bagian dari penghidupan.” ..........Berkata Usman r.a : “ Barangsiapa yang menjauhi keduniawian niscaya akan dicintai Allah; Barangsiapa yang menjauhi dosa- dosa akan dicintai para malaikat; Barangsiapa yang menanggalkan ketamakan terhadap milik orang lain , niscaya akan dicintai oleh orang lain”..........Berkata Ali r.a : “ Dari sekian banyak nikmat dunia , cukuplah islam sebagai nikmat bagimu; Dari sekian banyak kesibukan , cukuplah ketaatan sebagai kesibukan bagimu; Dari sekian banyak pelajaran , cukuplah kematian sebagai pelajaran bagimu”..........Berkata Ibnu Mas’ud : “Betapa banyak manusia yang dihukum secara berangsur-angsur melalui kesenangan yang diberikan kepadanya; Betapa banyak manusia yang mendapat cobaan melalui pujian orang lain kepadanya; Betapa banyak manusia yang terperdaya karena kelemahan nya disembunyikan oleh Allah”..........Jibril berkata kepada Rasulullah Shalallahu a’laihi Wassallam : “ Wahai Muhammad , hiduplah engkau seberapapun lamanya, namun engkau pasti akan mati; Cintailah siapa saja yang engkau sukai , namun engkau pasti akan berpisah dengannya ; Beramallah semaumu , namun engkau pasti akan mendapat balasannya”..........

Rabu, 17 November 2010

HUKUM MENUTUP WAJAH BAGI WANITA (CADAR)

 
Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : “Bagaimana hukum wanita menutup wajah (cadar) ?”

Syaikh menjawab : Kami tidak mengetahui ada seorangpun dari sahabat yang mewajibkan hal itu. Tetapi lebih utama dan lebih mulia bagi wanita untuk menutup wajah. Adapun mewajibkan sesuatu harus berdasarkan hukum yang jelas dalam syari’at. Tidak boleh mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan Allah.

Oleh karena itu saya telah membuat satu pasal khusus dalam kitab ‘Hijabul Mar’aatul Muslimah’, untuk membantah orang yang menganggap bahwa menutup wajah wanita adalah bid’ah. Saya telah jelaskan bahwa hal ini (menutup wajah) adalah lebih utama bagi wanita.

Hadits Ibnu Abbas menjelaskan bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukan termasuk aurat, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam ‘Al-Mushannaf’.

Pendapat kami adalah bahwa hal ini bukanlah hal yang baru. Para ulama dari kalangan ‘As Salafus Shalih’ dan para ahli tafsir seperti Ibnu Jarir Ath-Thabari dan lain-lain mengatakan bahwa wajah bukan termasuk aurat tetapi menutupnya lebih utama.
Sebagian dari mereka berdalil tentang wajibnya menutup wajah bagi wanita dengan kaidah.
” Mencegah kerusakan didahulukan daripada mengambil kemanfaatan”.


Tanggapan saya (Syaikh) :
Memang kaidah ini bukan bid’ah, tapi sesuatu yang berdasarkan syari’at. Sedangkan orang yang pertama menerima syari’at adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian orang-orang yang menerima syari’at ini dari beliau adalah para shahabat. Para Shahabat tentu sudah memahami kaidah ini walaupun mereka belum menyusunnya dengan tingkatan ilmu ushul fiqih seperti di atas.

 
Telah kami sebutkan dalam kitab “Hijaab Al-Mar’aatul Muslimah” kisah seorang wanita Khats’amiyyah yang dipandangi oleh Fadhl bin ‘Abbas ketika Fadhl sedang dibonceng oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan wanita itu pun melihat Fadhl. Ia adalah seorang yang tampan dan wanita itupun seorang yang cantik. Kecantikan wanita ini tidak mungkin bisa diketahui jika wanita itu menutup wajahnya dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu memalingkan wajah Fadhl ke arah lain. Yang demikian ini menunjukkan bahwa wanita tadi membuka wajahnya.

Sebagian mereka mengatakan bahwa wanita tadi dalam keadaan ber-ihram, sehingga boleh baginya membuka wajah. Padahal tidak ada tanda-tanda sedikitpun bahwa wanita tadi sedang ber-ihram. Dan saya telah mentarjih (menguatkan) dalam kitab tersebut bahwa wanita itu berada dalam kondisi setelah melempar jumrah, yaitu setelah tahallul awal.

Dan seandainya benar wanita tadi memang benar sedang ber-ihram, mengapa Rasulullah tidak menerapkan kaidah di atas, yaitu kaidah mencegah kerusakan ?!
Kemudian kami katakan bahwa pandangan seorang lelaki terhadap wajah wanita, tidak ada bedanya dengan pandangan seorang wanita terhadap wajah lelaki dari segi syari’at dan dari segi tabi’at manusia.

Oleh sebab itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
Artinya : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman. “Hendaknya mereka menahan pandangannya”

[QS. An-Nuur : 30]

Maksudnya dari (memandang) wanita.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan katakanlah kepada wanita yang beriman. ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya”
[QS. An-Nuur : 31]


Maksudnya yaitu jangan memandangi seorang laki-laki.
Kedua ayat diatas mengandung hukum yang sama. Ayat pertama memerintahkan menundukkan pandangan dari wajah wanita dan ayat kedua memerintahkan menundukkan pandangan dari wajah pria.
Sebagaimana kita tahu pada ayat kedua tidak memerintahkan seorang laki-laki untuk menutup. Demikian pula ayat pertama tidak memerintahkan seorang wanita untuk menutup wajah.

Kedua ayat di atas secara jelas mengatakan bahwa di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada sesuatu yang biasa terbuka dan bisa dilihat yaitu wajah. Maka Allah, Sang Pembuat syari’at dan Yang Maha Bijaksana memerintahkan kepada kedua jenis menusia (laki-laki dan perempuan) untuk menundukkan pandangan masing-masing.

Adapun hadits yang menyatakan bahwa, “Wanita adalah aurat”. Tidak berlaku secara mutlak. Karena sangat mungkin seseorang boleh menampakkan auratnya di dalam shalat.[1].


Yang berpendapat bahwa wajah wanita itu aurat adalah minoritas ulama. Sedangkan yang berpendapat bahwa wajah bukan aurat adalah mayoritas ulama (Jumhur).
Hadits diatas, yang berbunyi,
“Artinya : Wanita adalah aurat, jika ia keluar maka syaithan memperindahnya”

Tidak bisa diartikan secara mutlak. Karena ada kaidah yang berbunyi :

“Dalil umum yang mengandung banyak cabang hukum, dimana cabang-cabang hukum itu tidak bisa diamalkan berdasarkan dalil umum tersebut, maka kita tidak boleh berhujah dengan dalil umum tersebut untuk menentukan cabang-cabang hukum tadi”.
Misalnya : Orang-orang yang menganggap bahwa bid’ah-bid’ah itu baik adalah berdasarkan dalil yang sifatnya umum. Contoh : Di negeri-negeri Islam seperti Mesir, Siria, Yordania dan lain-lain, banyak orang yang membaca shalawat ketika memulai adzan. Mereka melakukan ini berdasarkan dalil yang sangat umum yaitu firman Allah.
“Artinya : Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” .

[QS : Al-Ahzaab : 56]

Dan dalil-dalil lain yang menjelaskan keutamaan shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan dalil-dalil umum (yang tidak bisa daijadikan hujjah dalam adzan yang memakai shalawat, karena ia membutuhkan dalil khusus, wallahu a’lam).


Mewajibkan wanita menutup wajah. Berdasarkn hadits : “Wanita adalah aurat”, adalah sama dengan kasus di atas. Karena wanita (Shahabiyah) ketika melaksanakan shalat mereka umumnya membuka wajah. Demikian pula ketika mereka pulang dari masjid, sebagian mereka menutupi wajah, dan sebagian yang lain masih membuka wajah.
Jika demikian hadits diatas (wanita adalah aurat), tidak termasuk wajah dan telapak tangan. Prinsip ini tidak pernah bertentangan dengan praktek orang-orang salaf (para shahabat).
_____________________________
Foot Note
[1]. Maksud beliau adalah bahwa orang yang berpendapat tentang wajibnya menutup wajah bagi wanita pun bersepakat tentang bolehnya wanita membuka wajahnya, yang menurut mereka adalah aurat, ketika shalat, maka hal ini menunjukkan bahwa hadits di atas tidaklah berlaku secara mutlak [-pent]


[Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarah, Penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa AlBani, Penerbit Pustaka At-Tauhid]

http://akhirizqiassalafi.wordpress.com/2010/05/22/hukum_menutu_wajah_bagi_wanita/ 

Wallahu a'lam bisshawwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...