Laman

Sabtu, 04 Desember 2010

Agar Hidup Ini Kembali BAROKAH


Sekarang, sepantasnyalah kita lakukan muhasabah dan tazkiyatun nafsi sebagai upaya untuk menapaki kehidupan esok yang lebih baik. Karena bukan tidak mungkin, jika keadaan kita terus menerus berlarut-larut, bencana yang akan di timpakan oleh Allah kepada kita akan lebih berat dan mematikan.

Kita juga harus betul-betul menyadari, bahwa mulai hilangnya barokah kita, yang di tandai dengan banyaknya musibah dan bencana, disebabkan banyaknya titik-titik noda dan dosa yang sulit kita tinggalkan dari kebiasaan sehari-hari.

SEGERALAH BERTAUBAT

Sebuah bencana adalah ujian. Tapi ia juga bisa menjadi pengurang dosa. Bencana juga bisa bermakna peringatan  agar kita segera sadar. Bahkan bencana juga bisa berarti air yang memadamakan api dosa yang telah kita lakukan. Inilah rahasia dari sebuah bencana, kegagalan atau apa saja yang menjadi kesulitan hidup tidak akan menyenangkan.

Karena itu, taubat merupakan suatu keniscayaan. Sebagai salah satu kekuatan untuk kembali memohon barokah yang hilang. Hal ini juga pernah di alami oleh Nabi Nuh AS sebagaimana diabadikan Allah dalam Al Qur’an surat An Nuh ayat 10-14:
    ”Maka aku katakan kepada mereka: Mohon ampunlah kalian kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun Niscaya Dia akan mengirimkan hujan (baca: barokah) kepadamu dengan lebat. Dan memperbanyak harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?”

Taubat adalah pengakuan tulus akan kelemahan dan perbuatan dosa di hadapan Allah Yang Maha Kuat. Taubat ini yang akan menyebabkan bumi ini basah setelah sekian lama kering, harta menjadi banyak, kebaikan melimpah, kebun-kebun menjadi hijau. Tidak hanya kebun tempat bercocok tanam, tetapi kebun hati, tempat bersemayamnya iman dan Nur Ilahiyah.

Karenanya, setiap kita, siapapun kita, apapun profesi kita, seberapapun tingginya pangkat kita, harus melakukan taubat. Taubat dalam arti, berusaha jangan sampai melakukan perilaku-perilaku yang dilarang oleh Allah.

TETAPLAH BERSYUKUR

Dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 147 Allah berfirman:
    ”Mengapa Allah akan menyiksamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.”

Ayat di atas adalah jaminan bagi kita, bahwa Dia tidak akan menurunkan bencana dan musibah selama kita senantiasa bersyukur terhadap nikmat yang telah di anugerahkan-Nya.

Kita harus menyadari bahwa kehancuran bangsa-bangsa terdahulu karena mereka lupa diri karena mereka dibuai oleh pola hidup bermegah-megahan.
Rasulullah SAW mengingatkan:
    ”Umatku akan ditimpa penyakit umat-umat terdahulu. Yaitu kufur nikmat, berbuat seenaknya, mereka melakukan persaingan yang tidak sehat, saling menghianati hingga saling mendengki, dan akhirnya saling mendzalimi dan membunuh.” (HR. Thabrani dari Abi Hurairah).

Karenanya marilah kita tingkatkan  syukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya. Sekecil apapun. Syukur yang berkaitan dengan hati, lisan dan anggota badan. Hati untuk makrifat dan mahabah. Lisan untuk memuji dan menyebut asma dan keagungan Allah. Anggota badan untuk menggunakan nikmat yang diterima sebagai sarana untuk melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Tunaikan hak harta. Karena pada harta kita, juga ada hak orang lain. Ada hak umat dan masyarakat. Ada hak perjuangan. Kewajiban yang dibebankan kepada harta kita, barokahnya akan kembali kepada kita sendiri. Dalam rangka membersihkan jiwa kita dari belenggu kecintaan kepada dunia, sekaligus untuk membersihkan harta itu sendiri.

JAUHI DOSA

Jika musibah dan kesulitan hidup datang bertubi-tubi seperti sekarang ini, maka yang harus kita lihat lebih dahulu adalah, bagaimana dosa-dosa yang kita lakukan? Sebab ada kolerasi yang kuat antara dosa dan barokah.

Menjauhi dosa adalah harga mati untuk menyambut datangnya kembali barokah Allah. Agar kita tidak selalu dilanda bencana. Dosa adalah dhulmah, kegelapan. Dosa membuat sinar hidup kita padam perlahan-lahan. Akhirnya kita tidak bisa melihat apa yang ada dihadapan. Jalan berlubang, jurang menganga atau marabahaya yang menanti di depan kita. Karena gelap, terjerembablah kita ke dalam lubang itu. Akhirnya beruntunlah musibah dan bencana menimpa kita.

Suatu hari, Imam Syafi’i menghafal hadits-hadits di hadapan gurunya Imam Malik. Hafalanya sungguh luar biasa. Membuat Imam Malik berpesan, ”Aku melihat Allah telah menyinari hatimu, maka janganlah kamu padamkan dengan kemaksiatan.”

Jika sinar kebaikan telah padam, jangan harap hidup kita akan barokah. Dosa akan menjadi kerikil panas yang menggangu dan mengacaukan rencana-rencana ke depan. Membuat kita harus sering memulai dari nol kembali.

Kerak dosa yang menempel di hati kita harus segera dibersihkan. Agar hati tetap bening. Ibarat kaca yang tertempel debu, harus sering di-lap atau di siram air. Kalau tidak, karatnya akan semakin sulit dihilangkan. Dan kita akan hidup tanpa hati. Gelap.

BERSAHABAT DENGAN ALAM, JANGAN PERNAH MERUSAK

Alam yang kita diami ini adalah rumah. Tempat kita hidup. Ini lebih dari cukup untuk menjadi bahan renungan kita. Bahwa kalau kita menganggap alam yang kita diami ini adalah rumah kita, maka ketika kita mendapati bahwa pada bagian sudut ruangan tertentu terjadi kerusakan, bocor misalnya, tentu tidak nyaman ditempati.

Dimanapun kita berada, jangan sekali-kali merusak. Di jalan, ditempat kerja, di sawah, di ladang, di hutan dan di tempat-tempat lainya. Sebab setiap perbuatan mengandung akibat. Selain itu, Allah sangat tidak menyukai orang-orang bisanya berbuat kerusakan. Allah paling murka pada orang yang ‘mambuat tidak bisa, merusak bisa.’

Dalam fatwa dan amanatnya, Romo Yahi Pengasuh Perjuangan Wahidiyah meminta agar para Pengamal Wahidiyah (khusunya) jangan suka menebangi pohon. Jika terpaksa harus menebang pohon, maka ikuti dengan menanam minimal satu pohon pula. Begitu seterusnya.

Hidup tertib, tidak membuat onar dan kerusakan,  baik secara pribadi maupun kelompok, akan menyelamatkan kita dari berbagai kerugian di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, jika perusakan yang sering kita lakukan, maka Allah akan menurunkan azab dan siksa-Nya. Baik secara perorangan maupun secara massal sebagaimana ditimpakan kepada umat-umat terdahulu.

TERUSLAH BERUSAHA DAN BERDOA

Tugas kita manusia adalah berusaha dan tawakkal. Dalam segala aspek apapun kehidupan ini. Adapun sukses dan dan tidaknya kerja keras kita, adalah Allah yang menentukan. Tawakkal bukan berarti seseorang pasrah tanpa mau berusaha. Tapi, pasrah (kepada Allah) setelah usaha.

Suatu hari Umar bin Khattab menegur keras orang-orang yang tidak mau berusaha. Mereka hanya duduk di masjid sambil menengadahkan tangan. ”Langit tidak akan pernah menurunkan hujan emas dan perak, “ begitu kata Umar.


    ”Doa dengan musibah bergulat dengan tiga keadaan. Terkadang doa lebih kuat dari musibah, maka doa mengalahkanya. Terkadang doa lebih lemah, maka musibahpun menimpa hamba, tetapi terkadang sama-sama kuat.” (HR. Hakim dari Hadits Ali bin Abi Thalib).

Kenyataan di atas menyelipkan harapan. Bahwa takdir buruk yang mungkin akan menimpa kita bisa berubah dengan permohonan hamba-Nya. Inilah dahsyatnya kekuatan doa. Mampu merubah kehidupan. Sanggup menyingkirkan musibah dan bencana.

Dengan nilai doa yang mahal ini, kita di tuntut untuk lebih banyak lagi memohon kepada Allah. Memohon dengan penuh pengharapan dan keyakinan bahwa Allah akan mengijabah doa kita. Islam mengajarkan doa pada setiap aktivitas kita. Dengan keterbatasan pengetahuan kita terhadap takdir Allah untuk kita, doa akan menjadi sebuah tameng, pelindung sekaligus senjata bagi siapa saja yang mau berdoa.

Permasalahan yang dilihat dengan kekuatan manusia tidak selesai, dengan doa semuanya bisa selesai. Kita tidak boleh bosan dengan doa. Karena Allah tidak pernah bosan mendengar doa kita. Allah tidak sedih dengan banyaknya permintaan kita. Justru Allah mencintai hamba-Nya yang banyak meminta. Sebagai bentuk ketergantungan makhluk kepada Penciptanya. Doa adalah solusi. Kekuatanya bisa dirasakan oleh orang-orang beriman.

Bila setelah berusaha dan berdoa barokah kita tidak kunjung melimpah, kita tidak boleh berkecil hati. Kita harus mencari makna lain dari barokah yang ada pada diri dan keluarga kita. Karena barokah tidak semata ada pada atau murahnya harga-harga. Kesehatan tetap prima termasuk barokah. Bisa menghirup udara segar termasuk barokah. Masih bisa menyaksikan terbitnya matahari pagi termasuk barokah. Masih bisa makan, minum, tidur, termasuk barokah. Dan tentu saja, hidup, dan kemudian mati dalam keimanan adalah barokah luar biasa.

Yang terakhir.  Sekali lagi. Mari kita koreksi. Bencana dan kesulitan hidup yang menimpa kita ini mari kita pandang sebagai ujian dan teguran Allah, akibat dosa-dosa yang kita lakukan. Bila kita orang yang peka dan sensitife imanya, teguran Allah ini sudah lebih dari cukup untuk menyadarkan kita. Mungkin dengan ujian ini kita diluruskan dari kesalahan kita.  Rasul SAW bersabda:
    ”Tak satupun yang menimpa seorang mukmin, baik berupa kepayahan, sakit, sedih, susah, atau perasaan murung, bahkan duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan melebur kesalahan-kesalahannya lantaran kesusahan-kesusahan tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Atau mungkin kita tengah dipersiapkan untuk menapaki derajat yang lebih tinggi. Yang jelas, jangan sampai Allah menghancurkan alam ini karena murka, sebab kita tak jua sadar. Allahu a’lam

by : Wahidiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar