Laman

Selasa, 27 Juli 2010

APA KABAR MU, WAHAI DIRIKU?


APA KABAR MU, WAHAI DIRIKU...?

Perjalanan hidup ini amatlah panjang, bahkan sangat panjang. Ia membutuhkan jeda sesaat untuk memastikan, apakah ada yang harus diperbaiki, diluruskan, atau di ubah total. Agar seorang manusia tidak tertipu dan tersesat jalan, sehingga akan terhambat kesselamatannya untuk sampai tujuan, nun jauh di sana.

Jeda waktu itu tidak lain adalah sebuah perenungan diri, introspeksi diri. Ini sangat penting, karena itu Rasulullah SAW mengingatkan,”Orang yang cerdas itu adalah orang yang menghitung dirinya dan berbuat untuk sesuatu yang ada setelah mati.”(HR.At-Tirmidzi)

Wahai diriku, rasanya sudah lama aku tidak menyapa dirimu. Menyetop langkahmu untuk sekedar bertanya dan mengingatkan batas-batas perjalanan hidupmu, sampai aku membaca kembali hadits nabi di atas.

Bukan aku malu tidak dikatakan cerdas oleh Nabi, tapi karena ini memang penting untuk kulakukan untukmu. Maka di sini, saat ini, aku bertanya kepadamu, tentang banyak hal, karena perasaanku yang mulai terusik dengan hal-hal yang tidak patut untuk kau lakukan untuk sekarang ini dan seterusnya.

Tentang hubunganmu dengan Allah

Aku sadar, bahwa tidak ada yang paling penting dalam hidup ini kecuali menjaga hubungan baik dengan Allah SWT, dalam keadaan apa pun. Sebab, Dialah yang telah menciptakan kamu dan juga semua makhluk hidup. Kepada –Nyalah aku kembali. Dan hanya bagi-Nyalah aku mengabdi; beramal dan beribadah. Tidak untuk yang lain.

Aku pun tahu kalau engkau, wahai diriku, juga menyadari itu. Karena itu, dulu engkau begitu dekat dengan-Nya. Paling tidak, jika engkau bandingkan dengan keadaanmu sekarang. Waktu itu, apa yang kau pinta rasanya selalu terkabul. Tidak ada kesulitan yang berarti dalam hidupmu. Engkau meminta kepada-Nya agar di luluskan ujian, kau pun lulus. Engkau memohon agar dimudahkan dalam mencari pekerjaan, pertolongan-Nya pun datang dengan cepat.Engkau mengeluhkan penyakitmu, tak lama kemudian kau pun sehat. Pendeknya, apa yang kau pinta selalu ada jawabannya.

Tetapi kini, ketika kau merasa sedang terdesak dan benar-benar membutuhkan pertolongan-Nya, kau terlihat malu menghadap-Nya. Engkau meminta kepada-Nya, kau bahkan tampak tak yakin permintaanmu terkabul. Bukan lantaran engkau beburuk sangka pada-Nya. Sama sekali bukan. Sebab aku tahu dan kau pun meyakini itu, bahwa Alalh senantiasa mendengar do’a hamba-Nya, siapa pun dia. Lagi pula, kau sangat hafal dengan firman-Nya, yang diriwayatkan kekasih-Nya, Muhammad SAW,”Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku kepada-Ku.” Artinya, kalau kau yakin Allah mengabulkan do’a-do’amu, maka seperti itulah yang Allah berikan.

Aku ingin menjelaskannya kepadamu, meskipun sesungguhnya kamu sudah tahu jawabannya. Rasa malu itu hadir, tidak lain karena dirimu yang kini jauh berbeda dari yang dulu. Dulu, kau rajin beribadah, sekarang sering kau melupakan-Nya.


Wahai diriku, engkau memang tidak sampai meninggalkan sholat. Namun, sholat yang kau kerjakan seperti tidak memberi efek dan makna bagimu. Itu karena engkau melakukannya tanpa khusuk. Terlalu banyak problem yaqng menggelayut dipikiranmu. Pekerjaann yang menumpuk, ada kisruh dalam rumah tangga, ada ini dan itu. Belum lagi, engkau jarang pergi ke masjid. Terkadang adzan subuh berkumandang, kau malah merapatkan selimutmu. Padahal masjid tak seberapa jauh dari rumahmu. Engkau sekarang bahkan suka menunda-nunda sholat, yang dulu sangat takut kau lakukan.

Puasa ramadhan pun kau jalankan, bahkan senin kamis pun tak kau tinggalkan. Tapi sayang, kadang yang kau puasakan hanyalah perutmu saja. Sementara, mata, telinga, lisan dan hatimu tak kau puasakan. Begitu pula dengan tilawahmu, kau bahkan tak mampu mengkhatamkan bacaannya, walau hanya sekali.

Ibadah-ibadahmu yang lain pun tak maksimal kau kerjakan. Kau mengerjakannya hanya untuk menggugurkan kewajibannya saja. Wajar saja ibadah yang kau lakukan, tak mendekatkanmu kepada Allah.

Ketika Allah mengujimu dengan satu musibah, engkau tidak bisa bersabar. Di saat kau berusaha dan ikhtiar, selalu tidak disertai sikap tawakal yang sempurna. Tak ada adab kesopanan yang kau sertakan. Kau memang terlihat jauh dari sisi Allah, dari sisi apa pun.

Hari ini aku bertanya kepadamu,apakah kau menjadi diri yang puas dengan keadaanmu saat ini? Mudah-mudahan jawabanmu adalah “tidak”. Sebab aku sangat berharap kau bisa berubah menjadi lebih baik. Minimal seperti dulu lagi, dimana kau merasakan dekatnya pertolongan Allah atas dirimu.

By : Adhi Firzia Mihram
"Tarbawi Press"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar